Halaman

----me----

----me----
keep ukhuwah 4ever

Sabtu, 28 Mei 2011

Share of Three dalam Dakwah Kampus

Sesungguhnya semua tempat di manapun di bumi Allah merupakan tempat yang baik untuk berdakwah, baik di kota atau desa, kantor atau pasar, di kampus atau bahkan di pusat keramaian sekalipun. Tidak ada satu tempat pun yang memiliki kemuliaan lebih untuk berdakwah dibandingkan tempat yang lain. Masing-masing memiliki prospek dan tantangannya sendiri-sendiri.
Namun tidak dipungkiri bahwa civitas akademika, mahasiswa dan pelaku dunia pendidikan kelak akan menjadi bagian yang paling menentukan dalam perubahan di dalam masyarakat. Civitas akademika adalah komunitas kecil, elit, yang terdiri dari sedikit orang yang beruntung untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, serta dipercaya oleh masyarakat dan pemegang kekuasaan negara sebagai komunitas yang memiliki kapasitas keilmuan, intelektualitas dan profesionalitas lebih dibanding komunitas lainnya. Oleh karena itu dakwah di kampus, yang juga merupakan bagian kecil dari jalan panjang dakwah Islam ini, menjadi bernilai penting, karena berdakwah di kalangan civitas akademika berarti mengajak komunitas yang memiliki daya gerak tinggi (dengan kapasitas langka, intelektualitas & profesionalitas) terhadap kondisi sosial, yang akan membantu pencapaian tujuan dakwah secara umum, yakni: transformasi menuju masyarakat islami.
Dalam menjalankan dakwah di kampus, kita harus dapat melakukan share of three untuk tercapainya tujuan dakwah di kampus. Share of three disini maksudnya, setiap pelaku dakwah harus dapat melakukan:L
Share of meaning, artinya kita sebagai pelaku dakwah harus dapat mengetahui apa pentingnya dakwah ada di dunia kampus, dan mengerti apa pentingnya kita untuk kelangsungan dakwah itu sendiri. Dakwah tetap akan berjalan meski tanpa kita, tinggal kita yang harus dapat memposisikan diri kita harus berada dimana.
Share of vision, artinya kita harus sadar, bahwa dakwah mempunya mimpi dan cita – cita yang mulia, maka kita harus dapat mempunya frame yang sama dalam melakukan dakwah, yaitu untuk kejayaan islam di bumi Allah ini.
Dan yang terahkir adalah share of value, artinya dalam melakukan dakwah, kita harus mengetahui dan memahami nilai – nilai apa saja yang harus disepakati dalam melakukan dakwah. Juga harus dapat menentukan nilai apa saja yang akan kita wariskan ketika dakwah itu telah berjalan, juga harus mewariskan sesuatu ketika ranah dakwah kita sudah tidak lagi di lingkup kampus.
( di "lantai merah" kampus biru, 25 Jumadil Akhir 1432H, M3r)

Kamis, 19 Mei 2011

Ibuku Sayang… (Ibuku Malang?)

“…Seperti udara kasih yang engkau berikan.
Tak mampu ku membalas… Ibu…”
Ibu (Iwan Fals)
Sebait lagu yang dinyanyikan Bang Iwan yang berjudul Ibu sungguh benar isinya, seperti udara kasih yang diberikan oleh seorang ibu, udara yang senantiasa tersedia di setiap waktunya untuk kebutuhan mahluk hidup. Selalu ada, dan tidak mengharap balas jasa. Kalaupun kita mampu untuk memberikan yang terbaik untuk membalas budinya, sebesar gunung kebaikkan kita pun belum cukup untuk membalas kasih sayangnya.
Bahkan ketika rosulullah pernah ditanya, siapa orang yang harus paling kita hormati? Rosulullah menjawab ibu sebanyak tiga kali, baru kemudian ayah. Sungguh hal itu menunjukkan betapa harusnya kita menghormati seorang ibu. Bahkan surga pun berada di bawah telapak kaki ibu.
Pernahkah anda melihat tayangan acara televisi, baik itu reality show, sinetron maupun acara lainnya? Banyak sekali kisah yang menceritakan teganya seorang ibu untuk menjual anaknya hanya karena himpitan ekonomi, atau ada juga kisah yang menayangkan banyak sekali diantara para remaja yang menyangsikan status orangtua, terutama ibunya, apakah benar dia ibu kandungnya atau justru dia adalah anak tiri atau anak yang ditukar oleh ibunya di masa kecilnya. Kalaupun sebagian besar apa yang ditayangkan televisi itu fiktif, namun dengan banyakna cerita – cerita tidak mendidik seperti itu dapat menjadikan perkembangan psikologis yang buruk bagi anak – anak terutama bagi para mereka yang menjadikan kegiatan menonton televisi suatu rutinitas dalam kesehariannya.
Ternyata keseluruhan cerita – cerita tersebut tidak hanya fiktif belaka, pada pemberitaan – pemberitaan di berita pun banyak kasus demikian terjadi. Banyak daintara orang – orang yang dengan tindakannya agak kurang menghormati ibunya sendiri. Bahkan penulis pun dalam bergaul bersama teman terkadang merasa sangat tidak adil, antara perlakuan terhadap teman – temannya dengan perlakuan terhadap ibunya, seperti catatan yang tertuliskan di bawah ini:
Entah mengapa, bila diperhatikan secara seksama, begitu tidak adilnya saya. Suatu ketika, demi mendapatkan maaf dari seorang kerabat, saya pun harus berpusing – pusing ria. Padahal, akhirnya si kerabat tadi tak memaafkanku. Naif, karena saya pun belum mengetahui apa salah saya kepada sang kerabat. Namun, saat ku memikirkan masalah tersebut, terlintas bayangan seorang Ibu. Ya,, ibuku. Sosok yang paling sayang terhadap diriku. Lalu terpikir olehku, Bagaimana masalah yang ku hadapi belakangan terjadi lagi, Dengan keadaan ibuku yang tersakiti oleh perbuatanku. Tersakiti jelas karena ulahku. Dan jelas kutahu salahku. Tapi apa yang terjadi?? Walaupun kesalahanku –kesalahanku terulang. Lagi dan lagi. Beliau bahkan tak hanya memaafkanku, Beliau justru semakin perhatian terhadapku. Dengan doa teriring, Agar kelak aku bisa belajar dari kesalahan yang ku perbuat sekarang. Secara jelas kutahu, dengan gamblang aku pun sadar. Kemana saja aku? Kenapa aku lebih sibuk ke orang lain yang blum tentu sesayang, sesabar dan sebaik ibuku? Kenapa aku tidak berbuat lebih untuk membuat ibuku sebahagia mungkin? Karena satu contoh tadi pun menurutku sudah cukup untuk saya jadikan renungkan…
Lalu harus sperti apakita sebagai anaknya? Berbirrul walidayn. Birrul walidayn yang arrtinya berbakti kepada orangtua. Berbakti disini bukan hanya sebatas kita membahagiakan mereka dengan memberi harta yang melimpah, atau jika tidak punya apa – apa, birrul walidayn tidak sebatas membantu sekuat tenaga orangtua kita. Namun birrul walidayn disini artinya Kebaikan yang bisa mengantarkan ke Surga. Jika benar – benar ingin berbirrul walidayn, kita harus dapat Menjadi jalan Surga bagi Ayah Ibu kita.